bersatunya ummat "aksi bela quran 2 desember 2016"
TAK ADA YANG BISA MENAHAN DAHSYATNYA GELOMBANG CINTA INI! *Apa
kalian tidak menangkap isyarat ini?* Wahai kalian yang berupaya
menghambat arus deras ini. Segeralah menghentikan tindakan bodohmu. Atau
mungkin kau belum menatap nun jauh di sana, yang kau hadang hanyalah
riak dari gelombang besar. Yang bisa membuatmu tersungkur hina.
Amar Ma'ruf Nahi Munkar Menurut Hukum Islam
Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari iman dalam firman-Nya,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. [Ali Imron :110]
Demikian pula, Allah membedakan kaum mukminin dari kaum munafikin dengan hal ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمُُ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[At-Taubah:71]
Ketika membawakan kedua ayat diatas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,”Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan, umat Islam adalah umat terbaik bagi segenap umat manusia. Umat yang paling memberi manfaat dan baik kepada manusia. Karena mereka telah menyempurnakan seluruh urusan kebaikan dan kemanfaatan dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Mereka tegakkan hal itu dengan jihad di jalan Allah dengan jiwa dan harta mereka. Inilah anugerah yang sempurna bagi manusia. Umat lain tidak memerintahkan setiap orang kepada semua perkara yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang semua kemungkaran. Merekapun tidak berjihad untuk itu. Bahkan sebagian mereka sama sekali tidak berjihad. Adapun yang berjihad -seperti Bani Israil- kebanyakan jihad mereka untuk mengusir musuh dari negerinya. Sebagaimana orang yang jahat dan dzalim berperang bukan karena menyeru kepada petunjuk dan kebaikan, tidak pula untuk amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini digambarkan dalam ucapan Nabi Musa.
يَاقَوْمِ ادْخُلُوا اْلأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ قَالُوا يَامُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذاَ دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللهِ فَتَوَكَّلُوا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ قَالُوا يَامُوسَى إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَآ أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلآَ إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. Mereka berkata,”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa. Sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”. Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya,”Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu. Maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”. Mereka berkata,”Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. [Al-Maidah : 21-24]
Demikian pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإِ مِن بَنِى إِسْرَاءِيلَ مِن بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللهِ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ إِن كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلاَّ تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَآ أَلاَّ نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِن دِيَارِنَا وَأَبْنَآئِنَا فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا إِلاَّ قَلِيلاً مِّنْهُمْ وَاللهُ عَلِيمُُ بِالظَّالِمِينَ
“Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil (sesudah Nabi Musa wafat) ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka, “Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang (di bawah pimpinannya) di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab,”Mungkin sekali jika kamu nanti diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang”. Mereka menjawab,”Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang dzalim”. [Al-Baqarah:246]
Mereka berperang lantaran diusir dari tanah air beserta anak-anak mereka. Sudah demikian ini, mereka pun masih melanggar perintah. Sehingga tidak dihalalkan begi mereka harta rampasan perang. Demikan juga tidak boleh mengambil budak-budak tawanan perang.
Demikianlah anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam. Dia menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai salah satu tugas penting Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan beliau diutus untuk itu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
الذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُوْلَ النَّبِيَّ الأُمِّي الذِيْ يَجِدُوْنَهُ مَكْتُوْبًا عِنْدَهُمْ فِيْ التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَاْلأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوْا النُّوْرَ الَّذِيْ أَنْزَلَ مَعَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. [Al- A’raaf : 157).
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan orang-orang yang selalu mewarisi tugas utama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, bahkan memerintahkan umat ini untuk menegakkannya, dalam firman-Nya.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. [Al-Imron:104]
Tugas penting ini sangat luas jangkauannya, baik zaman atau tempat. Meliputi seluruh umat dan bangsa dan terus bergerak dengan jihad dan penyampaian ke seluruh belahan dunia. Tugas ini telah diemban umat Islam sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai sekarang hingga hari kiamat nanti.
HUKUM AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kewajiban yang dibebankan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat Islam sesuai kemampuannya. Ditegaskan oleh dalil Al Qur’an dan As-Sunnah serta Ijma’ para Ulama.
Dalil Al Qur’an
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”.[Al-Imran:104].
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat ini,”Maksud dari ayat ini, hendaklah ada sebagian umat ini yang menegakkan perkata ini”.
Dan firman-Nya.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. [Al-Imran :110].
Umar bin Khathab berkata ketika memahami ayat ini,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”.
Dalil Sunnah
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barang siapa yang melihat satu kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman”. [Riwayat Muslim].
Sedangkan Ijma’ kaum muslimin, telah dijelaskan oleh para ulama, diantaranya:
1. Ibnu Hazm Adz Dzahiriy, beliau berkata, “Seluruh umat telah bersepakat mengenai kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar, tidak ada perselisihan diantara mereka sedikitpun”.
2. Abu Bakr al- Jashshash, beliau berkata,”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar melalui beberapa ayat dalam Al Qur’an, lalu dijelaskan Rasulullah dalam hadits yang mutawatir. Dan para salaf serta ahli fiqih Islam telah berkonsensus atas kewajibannya”.
3. An-Nawawi berkata,”telah banyak dalil-dalil Al Qur’an dan Sunnah serta Ijma yang menunjukkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar”
.
4. Asy-Syaukaniy berkata,”Amar ma’ruf nahi mungkar termasuk kewajiban, pokok serta rukun syari’at terbesar dalam syariat. Dengannya sempurna aturan Islam dan tegak kejayaannya”.
Jelaslah kewajiban umat ini untuk beramar ma’ruf nahi mungkar.
DERAJAT KEWAJIBAN AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR
Amar ma’ruf nahi mungkar sebagai satu kewajiban atas umat Islam, bagaimanakah derajat kewajibannya? Apakah fardhu ‘ain ataukah fardhu kifayah? Para ulama berselisih tentang hal ini.
Pendapat pertama memandang kewajiban tersebut adalah fardhu ‘Ain. Ini merupakan pendapat sejumlah ulama, diantaranya Ibnu Katsir, Az Zujaaj, Ibnu Hazm .Mereka berhujjah dengan dalil-dalil syar’i, diantaranya:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ dalam ayat مِنْكُمْ untuk penjelas dan bukan untuk menunjukkan sebagian. Sehingga makna ayat, jadilah kalian semua umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Demikian juga akhir ayat yaitu: وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Menegaskan bahwa keberuntungan khusus bagi mereka yang melakukan amalan tersebut. Sedangkan mencapai keberuntungan tersebut hukumnya fardhu ‘ain. Oleh karena itu memiliki sifat-sifat tersebut hukumnya wajib ‘ain juga. Karena dalam kaedah disebutkan:
مَا لاَ يَتِمُّّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
Satu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلَوْءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرَهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. [Ali Imran :110]
Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan syarat bergabung dengan umat Islam yang terbaik, yaitu dengan amar ma’ruf nahi mungkar dan iman. Padahal bergabung kepada umat ini, hukumnya fardu ‘ain. Sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata,”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” [Fushilat :33]
Sehingga memiliki sifat-sifat tersebut menjadi fardhu ‘ain. Sebagaimana Umar bin Al Khathab menganggapnya sebagai syarat Allah bagi orang yang bergabung ke dalam barisan umat Islam. Beliau berkata setelah membaca surat Ali Imran:110,”Wahai sekalian manusia, barang siapa yang ingin termasuk umat tersebut, hendaklah menunaikan syarat Allah darinya”
Sedangkan pendapat kedua memandang amar ma’ruf nahi mungkar fardhu kifayah. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Diantara mereka yang menyatakan secara tegas adalah Abu Bakr Al-Jashash, Al-Mawardiy, Abu Ya’la Al-Hambaliy, Al Ghozaliy, Ibnul Arabi, Al Qurthubiy, Ibnu Qudamah, An-Nawawiy, Ibnu Taimiyah, Asy-Syathibiy dan Asy-Syaukaniy.
Mereka berhujjah dengan dalil-dalil berikut ini:
1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةُُ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. [Ali Imran:104]
Mereka mengatakan bahwa kata مِنْ dalam ayat مِنْكُمْ untuk menunjukkan sebagian. Sehingga menunjukkan hukumnya fardhu kifayah.
Imam Al Jashash menyatakan,”Ayat ini mengandung dua makna. Pertama, kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Kedua, yaitu fardu kifayah. Jika telah dilaksanakan oleh sebagian, maka yang lain tidak terkena kewajiban”.
Ibnu Qudamah berkata,”Dalam ayat ini terdapat penjelasan hukum amar ma’ruf nahi mungkar yaitu fardhu kifayah, bukan fardhu ‘ain”.
2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَاكَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَآفَةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِنهُمْ طَآئِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. [At-Taubah : 122]
Hukum tafaquh fiddin (memperdalam ilmu agama) adalah fardhu kifayah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan sekelompok kaum mukminin dan tidak semuanya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu orang yang belajar dan menuntut ilmu tersebut yang bertanggung jawab memberi peringatan, bukan seluruh kaum muslimin. Demikian juga jihad, hukumnya fardhu kifayah.
Syeikh Abdurrahman As Sa’diy menyatakan,”Sepatutnya kaum muslimin mempersiapkan orang yang menegakkan setiap kemaslahatan umum mereka. Orang yang meluangkan seluruh waktunya dan bersungguh-sungguh serta tidak bercabang, untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemanfatan mereka. Hendaklah arah dan tujuan mereka semuanya satu, yaitu menegakkan kemaslahatan agama dan dunianya”
3. Tidak semua orang dapat menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Karena orang yang menegakkannya harus memiliki syarat-syarat tertentu. Seperti mengetahui hukum-hukum syari’at, tingkatan amar makruf nahi mungkar, cara menegakkannya, kemampuan melaksanakannya. Demikian juga dikhawatirkan bagi orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar bila tanpa ilmu akan berbuat salah. Mereka memerintahkan kemungkaran dan mencegah kema’rufan atau berbuat keras pada saat harus lembut dan sebaliknya.
4. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
الذِّيْنَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِيْ اْلأَرْضِ أَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلهِ عَاقِبَةُ اْلأُمُوْرِ
“(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan”. [QS. 22:41]
Imam Al Qurthubiy berkata,”Tidak semua orang diteguhkan kedudukannya dimuka bumi, sehingga hal tersebut diwajibkan secara kifayah kepada mereka yang diberi kemampuan untuknya”
Oleh karena itu Syeikh Islam Ibnu Taimiyah menyatakan,”Demikian kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini tidak diwajibkan kepada setiap orang, akan tetapi merupakan fardhu kifayah”
Akan tetapi hukum ini bukan berarti menunjukkan bolehnya seseorang untuk tidak berdakwah, atau beramar makruf nahi mungkar. Karena terlaksananya fardhu kifayah ini dengan terwujudnya pelaksanaan kewajiban tersebut. Sehingga apabila kewajiban tersebut belum terwujud pelaksanaannya oleh sebagian orang, maka seluruh kaum muslimin terbebani kewajiban tersebut.
Pelaku amar makruf nahi mungkar adalah orang yang menunaikan dan melaksanakan fardhu kifayah. Mereka memiliki keistimewaan lebih dari orang yang melaksanakan fardhu ‘ain. Karena pelaku fardhu ‘ain hanya menghilangkan dosa dari dirinya sendiri, sedangkan pelaku fardhu kifayah menghilangkan dosa dari dirinya dan kaum muslimin seluruhnya. Demikian juga fardhu ‘ain jika ditinggalkan, maka hanya dia saja yang berdosa, sedangkan fardhu kifayah jika ditinggalkan akan berdosa seluruhnya.
Pendapat ini Insya Allah pendapat yang rajih. Wallahu a’lam.
Amar makruf nahi mungkar dapat menjadi fardhu ‘ain, menurut kedua pendapat diatas, apabila :
Pertama : Ditugaskan oleh pemerintah.
Al Mawardi menyatakan,”Sesungguhnya hukum amar makruf nahi mungkar fardhu ‘ain dengan perintah penguasa”.
Kedua : Hanya dia yang mengetahui kema’rufan dan kemungkaran yang terjadi.
An Nawawiy berkata,”Sesungguhnya amar makruf nahi mungkar fardhu kifayah. Kemudian menjadi fardhu ‘ain, jika dia berada ditempat yang tidak mengetahuinya kecuali dia”.
Ketiga : Kemampuan amar makruf nahi mungkar hanya dimiliki orang tertentu.
Jika kemampuan menegakkan amar makruf nahi mungkar terbatas pada sejumlah orang tertentu saja, maka amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain bagi mereka.
An Nawawi berkata,”Terkadang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain, jika berada di tempat yang tidak mungkin menghilangkannya kecuali dia. Seperti seorang yang melihat istri atau anak atau budaknya berbuat kemungkaran atau tidak berbuat kema’rufan”.
Keempat : Perubahan keadaan dan kondisi.
Syeikh Abdul Aziz bin Baaz memandang amar makruf nahi mungkar menjadi fardhu ‘ain dengan sebab perubahan kondisi dan keadaan, ketika beliau berkata, “Ketika sedikitnya para da’i. Banyaknya kemungkaran dan kebodohan yang merata, seperti keadaan kita sekarang ini, maka dakwah menjadi fardhu ‘ain atas setiap orang sesuai dengan kemampuannya”.
Demikianlah amar makruf nahi mungkar dalam tinjauan hukum Islam, mudah-mudahan hal ini mendorong kita untuk melaksanakan dan menegakkannya dalam kehidupan.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VI/1423H/2002M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Sumber: https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.html
Gemar Berzikir
Assalamu alaikum wa rahamatullahi wa barakatu, sahabat sekalian kali ini Mata Air Islam akan membahas sedikit tentang zikir.
Secara harfiah, zikir berarti mingingat dengan menyebut dan memuji nama
Allah. Zikir merupakan salah satu ibadah yang mudah dilakukan. Tidak
seberat puasa atau tahajud pada malam hari. Cukup dengan mengucapkan
pujian, penghambaan, dan pengagungan kepada Allah dengan bacaan tasbih,
tahmid, istigfar, shalawat, dan pujian yang disyariatkan. Tentu tidak
sulit bagi lisan untuk melakukannya. Allah memerintahkan dalam Al
Qur'an, "Berzikirlah pada Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri
dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan
petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS.
Al-A'raaf[7]:205)
Menurut Ibnu Qoyyim, di setiap anggota badan
terdapat ibadah yang terbatas pada waktu. Sementara itu, berzikir
merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak dibatasi waktu. Mereka
diperintahkan untuk berzikir kepada Rabb-nya dalam setiap keadaan,
ketika berdiri, duduk, dan berbanding.
Dengan berzikir akan
hilang ketulian pendengaran, kebisuan lisan, dan tersingkapnya kegelapan
pandangan. Allah menghiasi lisan orang-orang yang bezikir sebagaimana
ia menghiasi pandangan orang yang melihat dengan cahaya. Dengan
demikian, lisan orang yang lalai berzikir bagaikan bola mata yang buta,
pendengaran yang tuli, dan tangan yang terputus. Zikir merupakan pintu
Allah yang sangat agung, terbuka lebar bagi setiap hamba selama mereka
tidak menutupnya dengan kelalaian.
Menurut Imam Nawawi,
berzikir adalah suatu amalan yang disyariatkan dan sangat dituntut di
dalam islam. Ia dapat dilakukan dengan hati dan lidah (lisan). Afdalnya
dengan keduanya sekaligus.
Rasulullah saw., adalah manusia
yang selalu mengingat Allah (berzikir) dalam setiap keadaan.
Diriwayatkan oleh Muadz Bin Jabal bahwa Rasulullah saw., bersabda,
"Maukah aku tunjukkan kamu sebaik-baik amal dan yang paling mulia di
sisi Tuhanmu serta yang paling dapat meninggikan derajatmu, lebih baik
dari emas dan perak yang engkau infakkan dan lebih baik daripada engkau
berhadapan dengan musuh-musuhmu sampai engkau menebas batang leher
mereka dan mereka pun menebas batang lehermu?" Para sahabat berkata,
"Tentu, wahai Rasulullah." Rasulullah saw., bersabda,"Berzikir kepada
Allah." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Rasulullah
salallahualaihi wa sallam banyak memberikan motivasi kepada ummatnya
agar senang berzikir, suka memuji, menyucikan, dan mengagungkan Allah.
Terbiasa bezikir akan membuat jiwa menjadi tenang karena ampunan dan
pertolongan Allah selalu mengiringi.
"(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.
Ar-Ra'd[13]:28)
"Sesungguhnya bagi laki-laki dan perempuan
yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan
perempuan dalam ketaatan mereka, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatan mereka, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama)
Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar". (QS. Al-Ahzab[33]:35)
Dalam hadits Qudsi disebutkanjika
seorang sibuk berzikir hingga lupa meminta kepada-Nya, Allah akan
memberi sesuatu yang lebih baik baginya.
Allah azza wa jalla
berfirman, "Siapa yang lebih menyibukkan diri dengan mengingat-Ku
daripada meminta kepadaku, maka Aku memberikan kepadanya sesuatu yang
lebih baik daripada yang diberikan kepada orang yang meminta."(HR.
Bukhari)
Allahu a'lam
Demikian sedikit ulasan tentang zikir semoga bisa bermanfaat, Mata Air Islam
Sumber: 200 Amal Saleh Berpahala Dahsyat, Abdillah F.Hasan, (Penerbit PT.Elex Media Komputindo), Jakarta 2013
Shalat Tahajud
Assalamu alaikum wa rahamatullahi wa barakatu, sahabat sekalian kali ini Mata Air Islam akan membahas sedikit tentang shalat tahajud.
Shalat tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan pada malam hari, umumnya setelah tidur. Shalat ini boleh dikerjakan pada awal, pertengahan, atau akhir malam. Namun, waktu yang utama untuk mengerjakannya adalah pada sepertiga malam.
Dalil Shalat Tahajud
Rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam, menyebutkan waktu yang utama ini dalam sabda beliau, "Rabb kami akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir . lalu Allah berfirman, 'Siapa yang memanjatkan doa padaku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepadaku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampun untuknya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Cukup berat melakukan shalat tahajud karena bertepatan dengan waktu istirahat. Untuk melaksanakannya membutuhkan kesabaran. Bagaimana tidak, saat orang lain merasakan nikmatnya tidur, seorang mukmin berdiri menghadap-Nya. Namun di situlah keutamaan shalat tahajud. Tak heran jika amalan ini dirutinkan oleh orang-orang shaleh. Bahkan gemar shalat tahajud termasuk orang-orang yang bertakwa dan calon penghuni surga.
Dalam Al Quran berbunyi " Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada di dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, sambil menerima pemberian-pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam dan selalu memohonkan ampunan pada waktu pagi sebelum fajar". (QS. Adz-Dzariyat[51]:15-18)
Hasan Al-Bashri berpendapat mengenai ayat ini, "Mereka sengaja melaksakan qiyamul lail (shalat tahajud). Pada malam hari mereka tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur (menjelang subuh). Merekapun banyak beristgfar pada waktu sahur."
Sementara itu, menurut Amr bin Ash ra., satu rakaat pada shalat malam lebih dari pada sepuluh rakaat shalat pada siang hari.
Demikian besar keutamaan shalat tahajud. Meski hukumnya sunnah Rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam, mewajibkan diri beliau untuk shalat tahajud. Beliau terbiasa shalat malam hingga kaki beliau bengkak-bengkak.
"Seutama-utamanya shalat sesudah shalat fardhu ialah shalat sunnah pada waktu malam" (HR. Muslim)
Apakah Keutamaan shalat tahajud? Rasulullah Salallahu'alaihi wa sallam, bersabda "sesungguhnya di surga tedapat kamar yang yang di bagian luarnya dapat terlihat dari dalamnya dan dalamnya dapat terlihat dari luarnya." seorang badui berdiri dan bertanya, "untuk siapa (kamar tersebut) wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "untuk orang-orang yang berkata baik, meberi makan (di antaranya lewat zakat, pen), rajin berpuasa, dan shalat karna Allah pada malam hari saat manusia sedang terlelap tidur. (HR. Tirmidzi)
Dalam Al Quran, Allah Azza wa Jalla berjanji aka memuliakan orang-orang yang rajin bertahajud.
"Pada sebagian malam hari, shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ketempat yang terpuji". (QS Al-Isra'[17]:79)
Allahu a'lam
Semoga bermanfaat
Sumber: 200 Amal Saleh Berpahala Dahsyat, Abdillah F.Hasan, (Penerbit PT.Elex Media Komputindo), Jakarta 2013
Shalat Adalah Tiang Agama
Assalamu alaikum wa rahamatullahi wa barakatu, sahabat sekalian kali ini Mata Air Islam akan membahas sedikit tentang shalat.
Dalam sebuah pelajaran mahfudzhat, kalimat tersebut senada dengan hadist nabi, hal ini dapat diketahui dari
pernyataan para muallif (penyusun) dalam kitab-kitab. Kalimat itu adalah ash sholaatu ‘imaadu ad diin yang berarti shalat itu adalah tiang agama. Kelanjutan dari kalimat tersebut adalah faman aqoomahaa faqod aqoomaddin waman hadaamaha faqod hadaamaddin;
maka barangsiapa yang mendirikannya berarti ia telah mendirikan agama
itu (Islam) dan barang siapa meninggalkannya maka ia telah merobohkan
agama (Islam) itu.
Sebuah bangunan, setelah adanya pondasi
yang merupakan asas sebuah bangunan berdiri, kebutuhan pokok setelah
pondasi adalah tiang penyangga, penyokong, soko guru, yang akan
menguatkan bangunan tersebut. Apabila sebuah bangunan memiliki 5 buah
pilar penyangga, maka jika salah satu dari tiang tersebut roboh maka
kekuatan atau kekokohan bangunan tersebut akan berkurang. Demikian
seterusnya kekokohan suatu bangunan akan terus berkurang seiring dengan
hilangnya pilar-pilar penyangganya satu persatu.
Demikian pula Islam, yang ibaratnya
adalah sebuah bangunan dengan syahadat (penjelasan lengkap syahadat) sebagai pondasinya, dakwah dan
jihad sebagai atap pelindungnya, dan shalat yang merupakan cerminan
syariat Islam sebagai pilar penyangganya. Bila kaum muslimin rajin
mendirikan shalat yang 5 waktu secara berjamaah di masjid maka berarti
mereka telah mengokohkan pilar-pilar Islam. Sebaliknya, apabila kaum
muslimin malas, ogah-ogahan mendirikan shalat fardhu yang 5 waktu secara
berjamaah di masjid, maka berarti mereka telah melemahkan Islam itu
sendiri dengan ‘merobohkan’ pilar-pilarnya. Mungkin ini salah satu
maksud Islam itu terhalang oleh orang Islam sendiri, Allahu a’lam.
Bila kita pandang dalam lingkup yang lebih kecil, dalam diri seseorang
bisa kita lihat parameter “kekuatan” Islamnya. Apakah ia rajin
mendirikan shalat fardhu yang 5 waktu secara berjamaah di masjid,
menambahi dengan mendirikan shalat sunnah, atau sebaliknya ia
mengerjakan sholat fardhu 5 waktu namun tidak berjamaah dan hanya sholat
sendirian di rumah, atau bahkan ia jarang melaksanakan shalat fardhu
yang 5 waktu, atau bahkan yang paling parah ia tidak mengerjakannya sama
sekali. Na’udzuu billahi min dzalik. Bahkan secara tegas dalam sebuah hadist Rasulullah
disebutkan bahwa pembeda antara seorang mukmin dan kafir adalah seorang
tersebut meninggalkan shalat atau tidak, yang bisa kita maknai bahwa
agama Islam telah roboh dari diri seseorang tersebut bisa seorang
tersebut meninggalkan sholat, terlepas dari perbedaan pendapat tentang
kafir tidaknya orang tersebut.
Oleh karena itu, ulama’ bersepakat bahwa
hukuman seseorang yang meninggalkan shalat selama hidupnya adalah
dipenggal. Sungguh amatlah berat hukuman ini tentunya sebanding dengan
beratnya pelanggaran yang dilakukan seseorang tersebut.
Penyebutan shalat sebagai tiang Islam adalah tepat, dalam Al Quran kita akan menemukan kata-kata yang digunakan adalah aqaama – yuqiimu
(mendirikan), seperti dalam (cari ayatnya!). Pemilihan kata tersebut
adalah untuk menegaskan bahwa shalat memang benar-benar sebagai pilar
penyokong Islam yang dalam pelaksanaannya dihukumi wajib, 5 kali dalam
sehari semalam, dan dilaksanakan secara bersama-sama (berjamaah) di
tempat yang tertentu yaitu masjid. Kita masih ingat kisah isra’ mi’raj Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan perintah sholat secara langsung dari Allah
Azza wa Jalla yang pada awalnya dibebankan 50 kali dalam sehari
semalam. Tentunya ada maksud dari Allah Yang Maha Mengetahui mengenai
jumlah sholat yang awalnya 50 waktu menjadi hanya 5 waktu dalam sehari
semalam dalam waktu yang tertentu.
Firman Allah Azza wa Jalla:
Satu lagi alasan shalat merupakan tiang
agama Islam adalah bahwa sholat itu bisa mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar seperti yang difirmankan Allah:
"Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar, dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya
dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan". Al ‘Ankabuut: 45.
Maka barangsiapa yang benar dalam shalatnya akan membentengi dirinya dari berbuat keji dan kemungkaran.
Maka shalat yang merupakan salah satu
komponen utama dalam bangunan Islam, hendaknya kita kuatkan, kokohkan,
agar bangunan Islam yang kita bernaung di dalamnya tidak mudah roboh dan
dirobohkan. Mari kita tingkatkan kebaikan-kebaikan dalam shalat kita
dengan melaksanakannya secara khusyu’, berjamaah di masjid bagi
laki-laki, dan tepat waktu. Mudah-mudahan dengan ini kita menjadi bagian
dari penolong-penolong agama Allah Azza wa Jalla yang akan diberikan
ganjaran sesuai dengan apa yang dijanjikan-Nya, aamiin, dalam firmanNya:
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". Muhammad: 7
Allahu a’lam, dan semoga bermanfaat.
Sumber: Belajar Islam (https://zlich.wordpress.com/) 2016
Sumber: Belajar Islam (https://zlich.wordpress.com/) 2016
Syahadat
Syahadat (Bahasa Arab : الشهادة asy-syahādah) merupakan asas dan dasar dari lima rukun Islam, juga sebagai merupakan ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam.
Kedua kalimat syahadat itu adalah:
- Kalimat pertama :
ašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah
- Kalimat kedua :
wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh artinya: dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah.
Makna syahadat
- Pengakuan ketauhidan.
- Pengakuan kerasulan.
Makna Laa Ilaaha Illallah
Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung dua makna, yaitu makna penolakan dan bantahan terhadap segala bentuk sesembahan (baik dewa maupun ilah) selain Allah, dan makna penegasan bahwa gelar Tuhan, Ilah, Dewa atau sesembahan hanyalah milik Allah.Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun Islam yang lain. Di samping itu Rasulullah pun menyatakan: "Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga."
Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang karenanya Allah menciptakan alam.
Rasulullah (Muhammad) tinggal selama 13 tahun di Makkah mengajak orang-orang dengan perkataan dia "Katakan Laa Ilaaha Illallah" maka orang kafir pun menjawab "Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar hal yang demikian dari orang tua kami". Orang Suku Quraisy di zaman nabi sangat paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan menyeru/berdoa kepada selain Allah.
Kandungan syahadat
- Ikrar
- Sumpah
- Janji
- Persaksian
Syarat syahadat
Syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang disyaratkannya itu batal. Apabila seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan syahadatnya tidak sah.Syarat syahadat ada tujuh,yaitu:
- Pengetahuan
- Keyakinan
- Keikhlasan
- Kejujuran
- Kecintaan
- Penerimaan
- Ketundukan
Subscribe to:
Posts (Atom)